Catatan Ekonomi Pilkada Tangerang
Oleh: Dr. Mukhaer Pakkanna | Ketua STIE Ahmad Dahlan Jakarta
Saya diundang pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang menjadi salah satu Panelis dalam Pendalaman Visi-Misi dan Program Kerja Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tangerang. Dalam dua kali acara pendalaman, baik di stasiun Metro TV (7/5) maupun INews TV (22/6), saya mengonsentrasikan diri menanggapi bidang ekonomi dan pembangunan.
Dalam kaitan misi Paslon, beberapa ihwal yang perlu saya respon. Pertama, berkaitan misi peningkatkan pemerataan pembangunan di semua wilayah berbasis rencana tata ruang. Dalam faktanya, penanganan tata ruang pembangunan pantai Utara kabupaten Tangerang, Pemda kabupaten Tangerang telah menyetujui reklamasi pantai utara dengan mengundang investor yang punya reputasi internasional yaitu Tangerang Internasional City. Luasannya hingga 7.500 hektar. Selain itu, Pemda juga menyetujui rencana Mega Proyek PT Kukuh Mandiri Lestari dan Agung Sedayu Grup yang akan membangun kawasan pariwisata dan perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK 2), yang akan menyulap lahan 1000 hektar sebagai kawasan prestisius yang akan mendongkrak PAD. Bahkan akan ada enam pulau baru yang akan direklamasi.
Tentu, rencana ini perlu didudukkan masalahnya, karena persoalan AMDA dan kajian akademisnya belum dibuka ke publik. Walaupun Paslon bupati dan wakil bupati berkilah bahwa program ini adalah otoritas pusat, bukan Pemda. Padahal, apapun yang terjadi dalam otoritas di daerahnya, menjadi tanggungjawab bupati dan wakil bupati. Tentu, ihwal ini akan kontradiktif dengan progam Paslon dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat masyarakat pantai utara.
Kedua, berkaitan program pemerataan dalam misi Paslon, terdapat data bahwa Indeks Ketimpangan atau Gini Rasio kabupaten Tangerang sebesar 0,38. Angka ini tentu sudah memasuki lampu kuning. Terlepas indeks gini rasio itu, Paslon belum transparan mendedahkan Indeks Rasio Penguasaan Lahan dan Penguasaan Aset. Saya agak yakin, rasio penguasaan lahan dan aset ini bisa di atas 0,70, karena di berbagai penjuru kawasan di kabupaten Tangerang secara kasat mata terlihat, lahan-lahan sudah dikuasai oleh pengembang raksasa, industri, properti, dan lainnya.
Maka, untuk mengurangi tensi kecemburaan sosial akibat adanya penguasaa lahan raksasa, saya kira Pemda harus memediasi hubungan antara pemilik kawasan raksasa, penghuni kawasan mewah dengan masyarakat lokal. Tidak semata dalam bentuk charity dan dana CSR (Corporate Social Responsibility) tapi juga pemberdayaan yang tulus, merekatkan hubungan antar anak warga tanpa diskrimantif. Saat ini pemiliki kawasan rakaasa itu, setidaknya dikuasai oleh PT Sinarmas Land, PT Lippo Karawaci Tbk, PT Alam Sutera Realty, Ciputra Group, PT Summarecon Agung Tbk., hingga PT Jaya Real Property Tbk.
Ketiga, dalam konteks kebijakan fiskal, terlihat postur APBD 2018, yang telah dibahas dan disetujui DPRD, terjadi penambahan anggaran APBD sehingga menjadi Rp5,02 triliun atau naik 17,79% dari tahun sebelumnya. Komposisi PAD sebesar Rp2,42 triliun, Dana Perimbangan Rp2,04 triliun dan Pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp555,06 miliar. Dalam konteks rasio PAD terhadap pendapatan daerah masih di bawah rasio 50% artinya rasio sedang. Berarti kemandirian anggaran masih lemah. Yang menggelikan adalah ada 38% anggaran 2017 belum diserap. Bahkan pernah kena teguran dari Presiden.
Oleh karenea itu, perlu pengembangan sektor-sektor lain untuk meningkatkan PAD, misalnya, pariwisata, pertanian, perikanan dan usaha kecil menengah yang berbasis pada hasil pertanian/nelayan. Pemda juga dapat mengoptimalkan pengelolaan pajak dan retribusi yang telah menjadi kewenangan daerah seperti retribusi pengelolaan parkir. Di tingkat daerah juga perlu upaya untuk membangun mekanisme perizinan daerah yang memudahkan bagi perkembangan usaha kecil menengah dan sektor industri kecil daerah.
Keempat, dalam kaitan pendapatan perkapita kabupaten Tangerang, data BPS (2017) berbicara, hanya Rp31,27 juta atau sekitar Rp2,6 juta per bulan. Angka ini sangat rendah. Sementara kota Cilegon sudah Rp189,18 juta per tahun atau 6 (enam) kali lipat di atas kabupaten Tangerang. Ini berarti kabupaten Tangerang di bawah standar nasional pendapatan perkapitanya yang sudah mencapai Rp48 juta atau US$3.500 atau jauh lebih rendah dari pendapatan perkapita propinsi Banten yang sudah mencapai Rp42 juta.
Saya menyodorkan usulan perlu dilakukan, yakni, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan jenjang pendidikan, keterampilan (soft skill dan hardskill). Selain itu,.meningkatkan upah minimum daerah. Kemudian, meningkatkan kreativitas dalam memanfaatkan sumber daya alam, terutama di wilayah pantai utara. Selain itu, menyediakan lapangan pekerjaan, misalnya, merangsang masuknya investasi, dan lainnya.
Kelima, dalam konteks ketenagakerjaan, data berbicara bahwa komposisi Tenaga Kerja (TK) kabupaten Tangerang (2016), ada 66% sebagai buruh/karyawan, sementara hanya 15% yang berusaha sendiri. Sementara pengangguran naik menjadi 10,1% . Selain itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) hanya 63,55%. Artinya, usia kerja yang bisa diserap hanya 63%, sementara yang tidak bisa diserap sangat besar yakni 37%.