JAKARTA, MENARA62.COM — Dalam rangka 76 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) mengadakan perayaan virtual dengan menyajikan serial diskusi tentang kemerdekaan. Serial diskusi ini diselenggarakan melalui aplikasi Zoom dan juga dapat disaksikan via kanal YouTube, (15/8/2021).
Dalam seri yang kedua ini, JIB mengangkat tajuk Merdeka dari Pandemi: Merekatkan Bangsa dan Menumbuhkan Solidaritas Berkaca dari Pengalaman Ormas Lintas Agama” dipandu oleh Titi Anggraini dari JIB.
Adapun para panelis yang hadir, yakni Greg Soetomo SJ (Rohaniwan Katolik), Pdt. Jacky Manuputy (Sekum PGI), Hilman Latief (Ketua LazisMu), Syafiq Hasyim (Dosen UIII), Kevin Wu (Ketum Dharmapala Nusantara FABB), dan Js. Kristan (Rohaniwan Khonghucu).
Greg Soetomo mengatakan, Indonesia termasuk negara yang kurang lebih moderat dalam menangani pandemi. Di Filipina, ungkapnya, masyarakat yang tidak mau divaksin akan diberikan hukuman atau memasukkannya ke penjara. Menurutnya, untuk merekatkan bangsa dan menumbuhkan solidaritas diperlukan konversi atau dalam term Katolik disebut dengan pertobatan di beberapa elemen, yaitu intelektual, moral, dan religius. “Mari kita melakukan konversi,” serunya.
Sementara itu, Sekum PGI Jacky Manuputy meyakini bahwa pelibatan agama-agama atau kelompok keyakinan dalam mengatasi pandemi mampu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam segala aspek terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan spiritual dan psikososial. Selama pandemi, tuturnya, lembaga kemanusiaan berbasis agama baik itu di level internasional maupun nasional telah banyak meringankan beban masyarakat.
“Lembaga-lembaga berbasis agama mampu membangun kepercayaan masyarakat dan lebih efektif melakukan kampanye kesehatan di tengah situasi ini terutama ketika kepercayaan masyarakat melemah terhadap peran pemerintah dan lembaga-lembaga sekuler lainnya,” katanya.
Menurutnya, di tengah situasi saat ini agama dapat memainkan peranannya dalam tiga ranah. Pertama, agama sebagai pusat makna atau pemaknaan. Kedua, agama sebagai pusat literasi dan edukasi. Ketiga, agama sebagai penggerak solidaritas.
Pandangan lainnya disampaikan oleh Syafiq Hasyim. Menurut Dosen UIII ini, lembaga atau ormas Islam yang sering diwakili oleh MUI, Muhammadiyah, dan NU memiliki semangat yang tinggi dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19.
“Ketiga organisasi ini ketika awal pandemi memilik pandangan yang hampir sama. Semunya memiliki keinginan yang tinggi untuk berpartisipasi membantu dengan segala upaya yang mereka miliki, karena kapasitas masing-masing organisasi berbeda,” katanya.
Bayangan Pandemi
Di sisi lain, Hilman Latief menyoroti suatu fenomena yang terjadi beberapa bulan terakhir tatkala kasus pandemi kembali menaik. Dalam pengamatannya, muncul suatu kebanggaan di kalangan aktivis sosial Islam ketika mereka bisa membantu dan bekerja sama dengan kelompok yang berbeda agama.
“Mereka senang sekali dan bangga, mereka bisa membantu non-Muslim untuk—misalnya—mengantarkan mereka ke rumah sakit dengan ambulans yang mereka miliki, mengantarkan ke dokter, dan lain sebagainya … Ini sebuah nilai positif bahwa ada rasa kebanggaan yang punya nuansa lintas keagamaan,“ ujar Ketua LazisMu ini.
Ketua Umum Dharmapala Nusantara FABB, Kevin Wu menyebutkan bahwa situasi pandemi ini justru memberikan kesempatan bagi para tokoh-tokoh keagamaan untuk menyerukan kepada jamaahnya agar nilai-nilai luhur agama tidak hanya dipraktekkan di rumah-rumah ibadah. Akan tetapi, hendaknya nilai-nilai keagamaan itu dapat dibumikan sehingga berdampak dalam kehidupan masyarakat. Ia mengatakan, dalam agama Buddha gerakan-gerakan untuk membumikan nilai-nilai luhur agama ini disebut dengan Humanistic Biddhism.
“Membawa nilai-nilai keagamaan secara membumi, ajaran-ajaran itu menjadi begitu dekat dalam kehidupan bermasyarakat. Di tengah pandemi ini adalah saat yang tepat,” ujarnya.
Pembicara terakhir, Rohaniwan Khonghucu Js. Kristan mengatakan semangat solidaritas akan otomatis terbentuk apabila terjadi suatu situasi seperti pandemi Covid-19 saat ini. Ia memberikan contoh bagaimana Muhammadiyah dan NU yang membantu orang-orang non-Muslim selama pandemi ini.
“Artinya, solidaritas itu terbangun. Yang pasti kita harus fastbaiqul khairat, ya hari ini. Kita harus tetap berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan,” ujarnya.