Masjid Darussalam Kedunggudel dan jejak Perkembangan Muhammadiyah di Sukoharjo

Tak terasa muktamar 48 Muhammadiyah Aisyiyah akan digelar di Surakarta. Tanggal 18-20 November 2022. Direncanakan akan dibuka langsung Presiden Jokowi di stadion Manahan pada hari Sabtu, 19 November. Sedangkan sidang sidang Muktamar dilaksanakan di edutorium UMS dan Gedung Siti Walidah UMS.

Sejatinya muktamar kali ini dilaksanakan tahun 2020 sesuai periodesasi kepengurusan Muhammadiyah yang bermuktamar setiap 5 tahun sekali . Sebelumnya, Muktamar dilaksanakan pada tahun 2015 di Makassar karena adanya pandemi covid ditunda dari tahun 2020 menjadi 2022. Perulangan sejarah karena pada tahun 1985 Kota Surakarta juga pernah menjadi tuan rumah muktamar yang “ditunda”. Saya beri tanda kutip, penundaan karena situasi politik.

Saat itu pemerintah orba melalui UU Nomor 3 Tahun 1985 mewajibkan setiap ormas harus berasaskan Pancasila. Muhammadiyah terbelah. Ada yang ingin mengambil sikap akomodatif da pula yang ingin Muhammadiyah bisa mengelak atau bahkan melawan hegemoni Orba. Akhirnya dengan bijak . Pak AR bisa bermain cantik, beliau mengibaratkan Pancasila dengan aturan helm. Muhammadiyah pun menggunakan “helm” Pancasila sebagai bagian dari ketaatan terhadap regulasi tanpa harus kehilangan identitas dan kepribadian Islam. Memang hebat Pak AR Fachrudin. Muktamar 1985 hasil penundaan 1981 pun sukses dilaksanakan. Dibuka di stadiun sriwedari. Sementara sidang – sidang di pura Mangkunegaran.

Surakartapun daerah sekitarnya, memang menjadi salah satu daerah unggul penyebaran Muhammadiyah. Selain karena konsep perjuangan Muhammadiyah itu sendiri, ada faktor kultural yang mendukung. Di Surakarta berdiri kraton kasunanan dan Mangkunegaran. KH Ahmad Dahlan adalah ” mpejabat” keraton Kasultanan. Beliau juga menantu ” kraton” adik HB VII pernah bersuamikan KH Ahmad Dahlan. Berputra KH Durie. Putra kyai Dahlan yang mewarisi jiwa seni kyai Dahlan, mahir bermain biola.

Kelak Cicit Kyai Durie juga menjadi musisi top Indonesia, Mas Adit keyboard Jikustik. Disisi lain PB X adalah menantu HB VII. Jadi ada garis kekeluargaan antara PB X dan KH Ahmad Dahlan dari jalur perkawinan.bHubungan Muhammadiyah dengan Mangkunegaran juga sangat mesra, saat Mangkunegaran dipimpin Mangkunegara VII Beliau pernah mewakafkan tanahnya untuk sekolah Muhammadiyah. Saat ini dikenal dengan SD Muhammadiyah 1 Solo dan SMA Muhammadiyah 1 Solo. Tak hanya itu, penerus Mangkunegara VII, Mangkunegara VIII adalah anggota Muhammadiyah.

Faktor kultural kedua adalah banyaknya pengusaha batik di Surakarta dan sekitarnya. Mafhum diketahui Kyai Dahlan adalah pengusaha batik sukses. Jejaring pengusaha batik menjadi ladang subur tersebarnya Muhammadiyah. Pun di Sukoharjo. Salah satu sentra batik di Sukoharjo yang terkenal adalah Kedunggudel. Bagian dari kelurahan Kenep kecamatan Sukoharjo. Kedunggudel adalah kampung tua. Sudah lama peradabannya. Ada semacam postulat sejarah. Bahwa daerah pinggir sungai besar. Peradabannya tua. Karena wahana transportasi saat itu selain darat adalah melalui jalur sungai.

Di Kedunggudel berdiri masjid Darussalam. Masjid tua yang ada hubungan erat dengan kraton kasunanan. Saat era PB VI. Masjid Darussalam pernah menjadi sentra perjuangan pangeran Diponegoro. PB VI sendiri pendukung utama Pangeran Diponegoro. Kerap bertemu diam- diam dengan pangeran Diponegoro di masjid Darussalam. Kamuflasenya dengan dalih bertapa. PB VI memang terkenal dengan “Sunan Bangun Tapa” Beliau banyak membantu perjuangan Pangeran Diponegoro. Tak hanya dengan harta benda tetapi juga senjata dan wadyabala Kasunanan. Di Masjid Darussalam ada sumur tua yang berbentuk heksagonal bernama kyai Pleret. Menyematkan nama tombak pusaka Mataram. Kyai Plered.. Sumur ini dipakai untuk menyimpan bantuan PB VI untuk laskar Diponegoro. Masjid Darussalam pernah diserang Belanda saat perang suci yang digelorakan pangeran Diponegoro. Rusak. Dibangun kembali pada tahun 1837. Oleh para ulama dan masyarakat. Tokoh ulama saat itu adalah Kyai Lombok. Mantan laskar Diponegoro yang bagian dari Bregodo Lombok Abang .pasukan tempur khusus kasultanan. Sepeninggal perang suci. Banyak ulama yang mendiami kampung Kedunggudel. Inilah yang menjadi faktor Islam tumbuh subur di Kedunggudel.

Era PB IX, yang merupakan anak kandung PB VI pernah mengadakan lawatan ke Kedunggudel. Napak tilas perjuangan ayahnya.apalagi saat itu di kampung Kedunggudel sudah banyak ulama pun haji. Mereka rerata berdagang batik. Masa PB X masjid Darussalam direhab. Diganti atapnya. Dari sirap ke genting. Renovasi ini tahun 1916. PB X sendiri mengadakan lawatan resmi ke Kedunggudel pada tahun 1923. PB X ini adalah anak kandung PB IX. Yang sangat diharapkan untuk meneruskan hingga mencapai kejayaan Kasunanan. Terbukti. Masa keemasan kasunanan di waktu PB X berkuasa. 1893- 1939.

Sementara itu Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan. 18 November 1912. Di Solo ,sudah ada ” Muhammadiyah”. Memakai nama SATV ( Sidiq Amanat Tableg Vathonah). Memakai nama SATV. Karena saat itu ada peraturan Belanda, Muhammadiyah hanya boleh berkembang di Yogyakarta.SATV Solo berdiri tahun 1917. Ketuanya KH Muhtar Bukhari. Seorang ulama Kauman Solo dan juga pedagang batik. Beliau bersekolah di Mambaul Ulum . Sekolah Islam yang didirikan PB X. Menjadi ketua SATV saat berusia muda 20 tahun. Selain sekolah agama Islam di Mambaul Ulum. Beliau juga menimba agama di Madrasah Arabiyah Islamiyah di Pasar Kliwon. Pun pernah mondok di Termas Pacitan. Kyai Muhtar Bukhari mengembangkan Muhammadiyah dengan kultural. Beda dengan Haji Misbach , sesama anggota SATV juga. Yang memilih jalan politik. Kelak Haji Misbach ini dikenal dengan haji merah. Karena bergabung dengan PKI ☺️. SATV resmi menjadi Muhammadiyah solo tahun 1926.

Saat itu sudah ada penyebaran muhammadiyah ke Kedunggudel. Lewat jalur pedagang batik dan ulama. Di Kedunggudel ada seorang penghulu kraton bernama Mbah Iman As’ari. Beliau ini ayah dari Mbah Abu Abu Toyib Haryomartono. Seorang tokoh Muhammadiyah Sukoharjo kenamaan. Juga ayah dari Mbah Soleh. Bapak ibu Ruri. Bapak Ruri juga menjadi tokoh Muhammadiyah Sukoharjo. Memang banyak tokoh – tokoh Muhammadiyah Sukoharjo yang berasal dari Kedunggudel. Orangtua Pak Hartono. Ketua PCM Sukoharjo saat ini juga berasal dari Kedunggudel.

Mbah Iman As’ari pernah ketemu langsung dengan Kyai Ahmad Dahlan. Saya pernah diceritakan cucu beliau. Mbak Amalia. ” Aku Nang Jogja .ketemu Karo kyai Dahlan” begitu cerita Mbah Iman As’ari kepada cucunya. Mbak Amalia yang notaris kenamaan di Sukoharjo itu . Masuk akal. Karena Mbah Iman As’ari dan Kyai Ahmad Dahlan sama – sama penghulu kraton.

Ketika itu , mubaligh Muhammadiyah yang dikirim SATV Solo, rutin membina keislaman warga Kedunggudel adakah KH Asnawi Hadisiswaya. Yunior kyai Muhtar Bukhari di Mambaul Ulum. Kyai Asnawi Hadisiswaya asli pasar Kliwon. Lahir 1905. Selisih lebih muda 6 tahun dari kyai Muhtar Bukhari. Beliau ini seorang guru Muhammadiyah sekaligus mubaligh Muhammadiyah. Pernah mengikuti kursus tabligh Muhammadiyah tahun 1921-1923. Kyai Asnawi Hadisiswaya dan Kyai Muhtar Bukhari memiliki hobi sama. Menulis.

Tahun 1922 di masjid Darussalam Kedunggudel.diadakan rapat SATV Solo. Pada rapat ini direncanakan didirikannya madrasah Muhammadiyah di Kedunggudel. Rencana ini direstui oleh Mbah Demang. Penguasa lokal Kedunggudel saat itu. Saya belum meneliti detail madrasah Muhammadiyah Kedunggudel ini. Sepertinya madrasah Muhammadiyah pertama kali di Sukoharjo. data sejarah yang bisa saya peroleh adalah cerita tutur bahwa di Kedunggudel ada madrasah Muhammadiyah yang memisahkan murid- muridnya berdasar jenis kelamin. Lelaki – dan perempuan. Ini sesuai dengan sekolah pengkaderannya Muhammadiyah . Mualimin dan Mualimat. Saat ini bekas madrasah Muhammadiyah tesebut menjadi SD Kenep 1 dan 2.

Data yang valid, disampaikan mas Sehono. Takmir masjid Darussalam. Beliau menyimpan rapor madrasah Muhammadiyah Kedunggudel tahun 1939 yang ada mata pelajaran Al Islam, Akidah dan Quran.

Begitulah sekelumit sejarah Muhammadiyah Di Kedunggudel. .yang berimpitan waktu perkembangan Muhammadiyah di wilayah Sukoharjo selain Kedunggudel adalah Blimbing dan Bekonang. Basis kulturalnya sama. Daerah sentra industri Batik.

Oya , hampir lupa. Kedunggudel yang bagian kalurahan Kenep sudah menjadi desa wisata. Sangat cocok dikunjungi para penggembira Muktamar. Di sini ada beberapa kuliner khas. Seperti jenang Kedunggudel yang legit tiada Tara. Ada rambak dan karak ( kerupuk khas Solo dan sekitarnya.). Ada pula bothok khas Kedunggudel.bothok Miri. Yang ikonik ada roti Bangket. Roti jahe . Kesukaan PB IX. Yang terkenal roti Bangket Mbah Demang. Selain itu semua. Tentu saja Batik khas Kedunggudel. Ada banyak pengusaha batik Kedunggudel. Yang saya kenal akrab adalah mas Agus. Karena desa wisata. Sudah ada kelompok sadar wisatanya. Bila mengunjungi masjid Darussalam dan ingin mengetahui sejarahnya , silakan menghubungi mas sehono. Beliau Pokdarwis yang membidangi sejarah masjid Darussalam.

Semoga Muktamar Muhammadiyah Aisyiah ke -48 nanti mencerahkan. Muhammadiyah selalu memajukan. Warga Jawa tengah mengemberikan . 殺

Ditulis oleh:
Yudi Janaka by FB

Leave a Reply

Kirim Pesan
Butuh Bantuan?
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Hallo, sobat ITB Ahmad Dahlan! Apa yang bisa kami bantu untuk Anda?