Elida juga dikenal sebagai seorang tokoh yang sering melakukan kritik kepada Aisyiyah. Menurutnya, Aisyiyah kurang menanggapi masalah-masalah yang hangat, khususnya masalah politik. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan orang Aisyiyah yang terjebak dalam sekadar mengerjakan kegiatan sesuai dengan program dan keputusan-keputusan Muktamar.
Elida Djazman memiliki nama aslinya Elida. Setelah menikah dengan Drs. Djazman Alkindi, lalu dikenal dengan nama Elida Djazman. Elida dilahirkan di kota Medan, 11 Juli 1940. Ia anak kedua dari tujuh bersaudara hasil perkawinan H.M. Bustami Ibrahim dengan Rohana. Keduanya berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat.
Pada masa hidupnya, H.M. Bustami Ibrahim adalah aktivis Muhammadiyah. Pernah menjadi Ketua Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara. Beliau juga termasuk pendiri Universitas
Muhammadiyah dan pernah menjabat sebagai Rektor sampai akhir hayatnya. Sejak kecil sampai dewasa Elida hidup dalam lingkungan Muhammadiyah. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah sampai Sekolah Guru Atas semuanya di Muhammadiyah Medan. Tahun 1960-1962, Elida kuliah di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Solo.
Tahun 1963-1964 melanjutkan kuliahnya
di Solo dan berhasil mencapai tingkat Sarjana Muda (BA). Kemudian berhenti karena mengajar di Medan. Baru pada tahun 1966-1967 melanjutkan lagi kuliahnya di IKIP Muhammadiyah Solo. Pendidikan non formalnya ia dapatkan dengan mengikuti berbagai kursus dan pelatihan lewat HMI, IMM dan Nasyiatul
Aisyiyah.
Elida memulai karier kerjanya dengan menjadi guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Medan pada tahun 1958-1960. Kemudian mengajar di PGA Aisyiyah Medan pada tahun 1962-1963. Setelah mencapai Sarjana Muda di IKIP Muhammadiyah Solo, Elida mengajar kembali di Medan pada Sekolah Guru Taman Kanak-kanak selama tahun 1964-1966 sebagai guru negeri diperbantukan. Pada tahun 1967, Elida kembali merantau ke Solo lagi untuk melanjutkan kuliahnya. Setelah tamat beliau mengajar di SPG Aisyiyah Solo sampai tahun 1984.
Kemudian Elida mengajar di SPG Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1984-1999. Pada usia 27 tahun, tepatnya 12 Juli 1967, Elida menikah dengan Drs. Djazman Alkindi, putera penghulu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT. Wardan Diponingrat. Selain menjabat sebagai
penghulu, KRT. Wardan Diponingrat juga pegawai Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam Muhammadiyah, beliau menjadi Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketika menikah, Elida waktu itu sebagai aktivis Nasyiatul Aisyiyah dan Djazman Alkindi aktivis Pemuda Muhammadiyah serta Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Ketika mewakili Badko HMI Jawa Tengah, Elida gigih mengusulkan kepribadian HMI yang akan menjadi ciri khas anggota HMI. Menurut Elida, HMI harus punya kepribadian yang bisa menonjolkan keislamannya sesuai dengan nama organisasi yang memakai label Islam. Namun, saat itu usulannya belum bisa diterima. Orang-orang HMI saat itu tidak menganggap penting untuk menonjolkan keislamannya.
Solidaritasnya terhadap kaum perempuan cukup tinggi. Hal itu dapat disimak antara lain pada pidato-pidatonya yang menampakkan kepekaan dalam memikirkan perempuan, seperti menanggapi masalah TKW, wanita-wanita yang dieksploitir, perempuan pekerja seks, dan lain sebagainya. Elida juga dikenal sebagai seorang tokoh yang sering melakukan kritik kepada Aisyiyah. Menurutnya, Aisyiyah kurang menanggapi masalah-masalah yang hangat, khususnya masalah politik. Hal ini
disebabkan oleh kebiasaan orang Aisyiyah yang terjebak dalam sekadar mengerjakan kegiatan sesuai dengan program dan keputusan-keputusan muktamar.
Elida menjadi pengurus Nasyiatul Aisyiyah ketika masih duduk di kelas II SPG, dengan jabatan Wakil Ketua Cabang Medan. Elida terus aktif di Nasyiatul Aisyiyah Medan sampai tahun 1960. Kemudian tahun 1960-1962, setamat dari SPG, Elida melanjutkan studinya di IKIP Muhammadiyah Surakarta dan saat itu dia menjadi anggota HMI.
Pada tahun 1963-1964, Elida terpilih menjadi anggota Badko HMI Jawa Tengah. Di HMI dia juga pernah duduk di Departemen Kader. Sekalipun masih aktif di organisasi kemahasiswaan, namun Elida pada tahun 1964 ditarik oleh PP Nasyiatul Aisyiyah untuk
menjadi Ketua Bagian Pembinaan Kader. Mulai saat itulah Elida juga sibuk mengajar di SGT Aisyiyah di Solo, mengurus Nasyiatul Aisyiyah di Yogyakarta, kuliah di IKIP Muhammadiyah Solo serta kegiatan kemahasiswaan lainnya.
Tahun 1964-1966, Elida aktif kembali menjadi pengurus Nasyiatul Aisyiyah Medan. Namun, hal ini tidak lama, karena pada pertengahan tahun 1966 Elida melanjutkan kuliahnya di Solo. Kemudian tahun 1966-1967, Elida melanjutkan kiprahnya di Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah dan kegiatan di organisasi kemahasiswaan di Solo, terutama IMM karena organisasi ini saat itu dakwah di pedesaan.
Kemudian pada tahun 1967-1975, Elida aktif di Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah. Dari sinilah Elida mulai berkenalan dengan ibu-ibu Aisyiyah, antara lain Profesor Siti Baroroh Baried. Pada Muktamar Aisyiyah ke-40 tahun 1978, Elida mulai masuk dalam kepengurusan PP Aisyiyah sebagai bendahara. Saat itu Elida mulai keliling untuk berpidato di berbagai kesempatan. Pada Muktamar Aisyiyah ke-41 tahun 1985, Elida terpilih menjadi Ketua PP Aisyiyah untuk periode 1985-1990. Pada Muktamar Aisyiyah ke-42 tahun 1990, Elida terpilih kembali sebagai Ketua PP Aisyiyah periode 1990-1995. Kemudian pada Muktamar Aisyiyah ke-43 tahun 1995 di Banda Aceh, dia terpilih lagi sebagai Ketua PP Aisyiyah periode 1995-2000. Selama menjabat Ketua PP Aisyiyah, Elida telah menjalin kerjasama yang baik di kalangan anggota PP Aisyiyah. Berkat kerjasama yang baik inilah kepemimpinan Aisyiyah dapat melaksanakan program-program dengan baik dan lancar.
Selama aktif memimpin organisasi maupun dalam kegiatan lain, Elida sudah beberapa kali mengunjungi negara-negara di Asia maupun Eropa. Sebagai Ketua PP Aisyiyah, Elida pernah mewakili organisasi ke Saudi Arabia. Kepergiannya bersama beberapa anggota PP Aisyiyah atas undangan Menteri Agama RI. Kemudian, bersama organisasi PKK, atas undangan WHO, ia mengadakan lawatan ke berbagai Negara untuk meninjau kegiatan dan mengenai kondisi wanita di India. Dalam rangka studi banding, dari Badan Pengembangan Pendidikan Nasional, Elida mengikuti lawatan ke Malaysia, Singapura dan Bangkok. Kunjungan bersama suami, karena tugas diikutinya pula seperti ke Turki dan Belanda.
Sumber: 100 Tokoh Muhammadiyah yang menginspirasi