Pagi yang dingin di bawah kaki bukit es barat camp cukup menusuk persendian dan tulang-tulang. Suhu udara di Kota Hassa pagi ini mencapai -2 derajat celcius. Jangan bandingkan dinginnnya negara tropis dan negara kawasan eropa. Dinginnya Kota Hassa, Provinsi Hatay, Turkiye seperti angin lemari es yang dihembuskan. Pegununungan Dieng barangkali kalah dengan dingginnya Hassa. Namun, seberapapun dinginnya Hassa, Sang Surya tetap mampu menembus batas-batas cakrawala.
Getaran Besar Menggoncang Negeri Ay-Yıldızlılar
Gempa berkekuatan 7,8 SR mengguncang Negeri Ay-Yıldızlılar. Puluhan ribu warganya meninggal dunia akibat gempa besar tersebut. Saking besarnya gempa, bumipun terbelah dibuatnya (rekahan di ladang barley, Distrik Islahiye, Gaziantep). Dari puluhan warga meninggal dunia, sebagian adalah perempuan, lansia dan anak-anak. Negeri eks kekhalifahan Turki Utsmani ini bukan kali pertama terguncang gempa besar. Sebelumnya pada tahun 1939, gempa dengan SR yang sama pernah terjadi di Turkiye. Sesar Anatolia Timur menggunang Turki Timur yang mayoritas muslim bermazhab Syafii. Besaran gempa 7,8 SR yang berpusat di Kahramanmaras ini cukup berdampak luas. Beberapa provinsi di sekitarnya, bahkan Negara Suriah menjadi lokasi terdampak gempa.
Dengan sigap, Pemerintah Turkiye segera melakukan penanganan gempa, termasuk dengan meminta bantuan dari beberapa negara; salah satunya adalah Indonesia. Sehari setelah terjadinya gempa, Rabu (11/02/2023), Pemerintah Turkiye melalui perwakilannya di Indonesia berkirim surat kepada Kementerian Luar Negeri memohon bantuan Tim Pencarian dan Pertolongan serta Tim Medis Kegawat Daruratan (Emergency Medical Team/EMT).
EMT Internasional Satu-Satunya di Indonesia
Berbicara mengenai EMT, di Indonesia baru ada satu Tim EMT yang sedang proses verifikasi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yakni EMT Muhammadiyah. Bisa dibilang, prosesnya telah mencapai 75 %. Alhasil, dengan adanya permintaan dari Pemerintah Turkiye kepada Pemerintah Indonesia terkait kebutuhan EMT, maka Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masyarakat yang dihubungi Pemerintah Indonesia, sekaligus diminta kesiapannya. Tanpa memakan waktu panjang, EMT Muhammadiyah yang sudah terlatih pun mengkonsolidasikan kekuatannya. Dalam kurun waktu 12 jam-sesuai SOP EMT International-seluruh personil dan logistik EMT Muhammadiyah sudah berkumpul di Jakarta. Perlu kita ketahui bahwa total logistik tim yang EMT Muhammadiyah bawa dari warehouse di Yogyakarta adalah seberat 5 ton. Mengapa begitu berat? Apa saja isinya? Ya, macam-macam. Pada intinya, seluruh logistik untuk pendirian rumah sakit lapangan EMT Type 1 Fix ada di dalamnya. Bagi rahmania semua yang belum tahu EMT Type 1 Fix itu apa, EMT Type 1 Fix adalah fasilitas kesehatan darurat setara dengan puskesmas.
Apakah waktu 12 jam itu cukup untuk mengkonsolidasikan seluruh personil dan logistik? Jawabannya, cukup tidak cukup harus cukup! Mengapa demikian? Itulah Muhammadiyah. Dengan kesiapan Muhammadiyah untuk membentuk EMT dan siap diverifikasi, maka seluruh konsekuensi harus disiapkan, termasuk soal personil, logistik bahkan pendanaan. Sebagai informasi seluruh personil EMT Muhammadiyah tersebar dari seluruh penjuru negeri, ada yang dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan masih ada beberapa daerah lagi. Namun mengingat kebutuhan personil dan stamina tim, maka diputuskan untuk memberangkatkan 1 roaster list beranggotakan 23 orang terlebih dahulu.
Barangkali jika orang biasa diberikan waktu sedemikian singkat, takkan mampu menyiapkan berbagai perlengkapan, termasuk persiapannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi para kader Muhammadiyah yang terhimpun di EMT. Ya, meskipun sesampainya di Jakarta masih harus menunggu birokrasi yang berbelit untuk berangkat ke Turkiye. Dari wajah-wajah kedua puluh dua orang teman penulis itu, hanya ada satu tujuan yang tergambarkan. Yapss, menolong sesama. Itulah tali penguat yang kami semua pegang. Diperkuat dengan landasan ideologi Muhammadiyah. Yang barangkali tidak banyak organisasi kemanusiaan lainnya miliki. Kalau boleh penulis bilang, inilah modal sosial Muhammadiyah di bidang kemanusiaan; spirit menolong sesama dan landasan ideologi keagamaan yang kuat. Semua personil tahu bahwa Turkiye sedang berada pada musim dingin. Bahkan beberapa kota, turun salju lebat. Namun hal tersebut tak menjadi masalah bagi kami. Ada ungkapan yang lazim muncul di grup WA EMT Muhammadiyah, “Selain Allah Swt. dan orang tua, semua kami libas”.
Baik sejak berada di Jakarta mapun saat tiba di Turkiye, Tim EMT Muhammadiyah terlihat sangat kompak dibandingkan dengan tim lainnya. Bahkan, hampir sebagian besar fasilitas Indonesian Medical Emergency Team (INA-EMT), dibackup logistik EMT Muhammadiyah. Lihat saja tenda-tenda biru seperti birunya cinta yang dipakai sebagai field hospital INA-EMT. Tak berhenti di situ, instalasi listrik, dan instalasi air pun dicukupi oleh EMT Muhammadiyah. Bahkan di hari kedua Tim INA-EMT mengijakkan kaki di Turkiye, personil logistik dari EMT Muhammadiyah memutuskan meluncur terlebih dahulu selepas subuh menembus dinginnya Kota Adana yang pada saat itu mencapai suhu 0 derajat celcius agar sebagian fasilitas bisa berdiri terlebih dahulu dan siap untuk digunakan untuk melayani masyarakat terdampak.
Berbagai ujian kesabaran juga tak luput diterima Tim EMT Muhammadiyah. Di saat beberapa personil INA-EMT dari lembaga lain masih duduk manis menikmati secangkir kopi dan pemandangan indah bukit es di Kota Hassa, Tim EMT Muhammadiyah sudah berjibaku dengan berbagai kelengkapan rumah sakit lapangan yang harus didirikan. Sejenak, penulis termenung sambil bertanya, “Terbuat dari apa hati para anggota EMT Muhammadiyah ini? Mengapa begitu tulus berbuat untuk masyarakat Turkiye tanpa berharap yang macam-macam?” Di situlah mungkin pesan KH. Ahmad Dahlan mereka implementasikan, “Hajatnya P.K.O itu akan menolong kesengsaraan dengan memakai azas agama Islam kepada segala orang tidak membelah bangsa dan agamanya.” Sang Surya akan tetap bersinar di manapun kader dan amal usahanya berada. Kata salah seorang tokoh sepuh Muhammadiyah, Almaghfurlah Mbahyai Muslim, “Sang Surya tidak pernah berhenti menyinari negri ini, dan tidak pernah minta kembali.” (Ulinuha/Red)