BANDUNG, MENARA62.COM – Perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah dan waktu pelaksanaan salat Idul Fitri tidak perlu diperdebatkan karena itu sudah masuk wilayah ijtihad. Semua pihak tinggal saling menghargai dan menghormati.

Hal itu disampaikan dosen Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) Mochamad Fadlani Salam terkait masih adanya perdebatan soal perbedaan pelaksanaan hari raya lebaran.

Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat 21 April 2023, sedangkan pemerintah kemungkinan keesokan harinya yakni Sabtu 22 April 2023.

”Kita tidak boleh menyepelekan ijtihad karena di situ ada berbagai pertimbangan berdasarkan keilmuan dalam pengambilan keputusan seperti halnya Idul Fitri,” ucap Fadlani.

Fadlani mengimbau kepada semua umat Islam agar perbedaan semacam ini yang sudah ada sejak dahulu menjadi ujian yang harus disikapi oleh semua orang.

Oleh karena itu, pada satu sisi Fadlan bersyukur karena dari dahulu hingga sekarang tidak ada konflik apa pun terkait perbedaan waktu lebaran seperti ini.

”Alhamdulillah di Indonesia sudah teruji dalam menyikapi perbedaan ini, khususnya dengan masalah penetapan Idul Fitri,” tutur Fadlani.

Tidak ada hal yang sia-sia dalam sebuah perbedaan, ungkap Fadlani, karena ada hikmah luar biasa yang bisa diambil oleh umat Islam.

Di antaranya umat Islam dituntut untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan amal saleh di mana pun dan kapan pun. Amal saleh yang tidak tersekat-sekat oleh golongan tertentu.

”Kita dituntut untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Namun, tidak boleh memaksakan kehendak selama ini berada dalam wilayah perbedaan pendapat,” kata dosen program studi Pendidikan Agama Islam ini.

Tanawwu dan tadhad

Lebih jauh Fadlani menjelaskan bahwa dalam konteks fikih Islam, perbedaan yang beragam dalam Islam semacam penentuan Idul Fitri disebut tanawwu.

Tanawwu memiliki dasar perbedaan yang tidak dibuat-buat karena dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Berbeda dengan tanawwu, tadhad memiliki dasar perbedaan yang bertolak belakang bahkan bertentangan.

”Umat muslim perlu melihat perbedaan itu dari sisi tanawwu. Jangan sampai melihat perbedaan yang diada-adakan atau tidak bisa dipertanggungjawabkan karena bisa menimbulkan perpecahan,” imbuh Fadlani.

Setiap perbedaan tujuan dari ibadah, menurut Fadlani, harus bisa meningkatkan ilmu, iman, dan takwa kepada Allah.***(FA/FK)

Leave a Reply

Kirim Pesan
Butuh Bantuan?
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Hallo, sobat ITB Ahmad Dahlan! Apa yang bisa kami bantu untuk Anda?