SLEMAN, MENARA62.COM – Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Tirtomartani Kalasan Sleman melaksanakan sholat Idul Fitri 1444 hijriyah di lapangan Raden Ronggo Kalasan, Jumat (21/4/2023).
Suasana pagi yang terang menambah semangat jamaah yang begitu antusias melaksanakan ibadah. Terlihat berbagai kalangan dan usia mulai pukul 05.45 wib memasuki area lapangan yang telah disediakan panitia. Sekitar enam ribu lebih jamaah memadati lokasi dan beberapa jamaah nampak harus membuat shaf atau barisan diluar yang telah disiap[kan oleh panitia.
Pukul 06.30 Wib pelaksanaan sholat idul fitri dimulai dengan imam ustad Supadi, S.Pd konsultan nasional Pendidikan Al Quran. Sesudah sholat selesai dilanjutkan khutbah yang disampaiakn oleh Ustad Machnun Uzni, S.I.Kom wakil sekertaris Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Dalam khutbahnya, khatib menyampaikan pesan refleksi Ramadan dan keutamaan silaturahmi. Beberapa pokok pesan khutbahnya sebagai berikut :
Dalam Ramadhan, sahur akan memberi pelajaran; bahwa yang diakhirkan bisa menjadi yang paling utama; sebab pamer ibadah kita hanyalah kepada Sang Pencipta.
Dalam Ramadhan, puasa akan memberi pelajaran; bahkan lapar dan dahaga pun bisa menjadi kemenangan; jika kita bisa melumpuhkan lisan, penglihatan, dan pendengaran dari semua godaan.
Dalam Ramadhan, Maghrib akan memberi pelajaran; bahkan gelap pun bisa menjadi kebahagiaan; jika kita telah menunaikan ketaatan, jika kita telah menempuh perjuangan.
Khatib menambahkan, insan bertaqwa, setelah digembleng amalan ramadhan, akan terbentuk sosok insan beriman dan beramal shalih yang utama. Jika kita memiliki karakter seperti itulah berarti shiyamu ramadhan kita menjadi mikratul ruhaniah, yakni menjadi insan muttaqin dengan wujud keadaban utama dalam diri pribadi, pada keluarga, di masyarakat, bangsa dan kemanusiaan universal.
Kebaikan ibadah selama ramadan harus terus terjaga, diistiqomahkan dan dilestarikan sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha bahwa Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perilaku keberagamaan seseorang yang paling dicintai oleh Nabi adalah yang diistiqamahkan dan senantiasa dilestarikan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jangan sampai pelajaran-pelajaran berharga yang kita petik dari madrasah Ramadhan tidak terlihat bekasnya selepas Ramadhan. Jangan sampai kita menjadi seperti perempuan yang memintal benang kemudian mengurainya kembali. “Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya setelah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali” (QS. An Nahl 92).
Fenomena idul fitri yang boleh jadi menjadi ciri khas masyarakat kita adalah budaya mudik. Ada tarikan untuk pulang di akhir Ramadan. sebagaimana kehidupan menuju kematian. Kampung kelahiran adalah tarikan kehidupan, untuk sekedar bernostalgia dengan kenangan atau menghapus peristiwa masa silam.
Pasti ada persaudaraan erat yang disambungkan. Ada persahabatan akrab yang dihubungkan ulang. Inilah tarikan kasih sayang, betapa sangat berharga saudara atau sahabat yang singgah dalam kehidupan.
Jarak dan uang tidak lagi menjadi sebuah penghalang. Kelelahan dan menguras isi tabungan berganti dengan kegembiraan manakala bersua dengan saudara dan kawan. Orangtua lega, tetangga kiri kanan menyapa dengan penuh kehangatan. Inilah hari raya kasih sayang hari kemenangan.
Khatib menutup khutbah dengan kutipan pesan kasih sayang yang diingatkan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim). Dan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, “Tidak beriman seorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari).