Muncul dinamika yang mengarah pada konfrontasi antara kader Muhammadiyah dengan Professor Bidang Astronomi BRIN Thomas Djamaluddin pasca lebaran ini. Beberapa kawan dan senior saya sudah “melayani” beliau melalui tulisan-tulisan di medsos sebagai respon dari pernyataan-pernyataan beliau.
Saya tak akan mengulangi kembali narasi yang sudah tersebar, hanya akan memberikan beberapa catatan sekaligus saran untuk Prof. Thomas agar ke depan tidak perlu lagi ada konfrontasi yang menguras energi. Perlu dipahami bahwa akar masalah dari perbedaan hari raya itu adalah soal fikih yang di dalamnya juga tak bisa dilepaskan dari politik, bukan astronomi. Maka hendaknya sebagai pakar astronomi, prof. Thomas bisa menyerahkan persoalan ini kepada ulama dan Umara.
Kalau kita membaca tulisan-tulisan Prof. Suskinan Azhari, Guru Besar Ilmu Falak UIN Sunan Kalijaga, upaya para ulama dan Umara untuk menyatukan perbedaan ini sudah pernah dilakukan. Misalnya yang dilakukan oleh Jusuf Kalla saat memanggil Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin. Lebih baik Prof. Thomas mendesak agar upaya-upaya ini tetap dilanjutkan dibanding dengan membuat pernyataan yang kontra produktif. Namun tentu di negara demokrasi kita tak bisa melarang siapapun untuk menyampaikan pendapat di muka publik. Apalagi di era medsos seperti sekarang.
Maka saya kembali memberikan saran hendaknya sebagai aparatur sipil negara bisa berperilaku sesuai kode etik ASN terutama dalam bermedia sosial. Jangan sampai tujuan luhur ingin mempersatukan umat, namun caranya malah memecah belah umat.
Dari kasus APH kita belajar bahwa kritik demi kritik, manakala disampaikan dengan tidak bijak dan provokatif, akan melahirkan kebencian dalam pikiran bawah sadar yang suatu waktu bisa meledak. Jangan sampai ada APH-APH baru yang tumbuh dari narasi-narasi yang berlindung di balik narasi kritik padahal isinya provokasi. Jangan sampai!
Ditulis oleh: Robby Karman
(Alumni Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut)